Selasa, 18 Agustus 2009


Bekal pengetahuan yang kurang dari pelajar desa karena kurangnya sarana dan prasarana yang terdapat di sekolah. Jumlah sekolah sedikit karena guru-guru yang tersedia sedikit sehingga jumlah murid mendapat kesempatan sekolah sangat terbatas.
Pertumbuhan penduduk yang belum merata di Indonesia, mengakibatkan perekonomian yang jauh berbeda di daerah perkotaan dengan daerah pedesaan, otomatis yang mengikuti kemajuan teknologi lebih maju di kota daripada di desa. Sarana dan prasarana yang kurang seperti sarana transportasi. Di kota hampir di setiap sudut jalan ada penyediaan jasa transportasi baik angkutan umum, bus, ojek, bajaj, maupun becak, bahkan di ibu kota yang tercinta, Jakarta, sudah memberikan pelayanan jasa transportasi khusus dengan jalur busway, supaya tidak menghambat jalan umum juga untuk memudahkan lancar jalannya busway; memberi perbedaan kepada penumpang yang menaiki busway. Teknologi di desa jelas berbeda jauh dengan yang ada di kota. Contohnya saja internet. Setiap murid kita yang diberi beban tugas sulit oleh guru dan tugas tersebut tidak ada di buku pedomannya dan harus mencari informasi lewat buku lain, mereka tidak perlu repot mencari pinjaman buku dari orang atau perpustakaan. Hanya tinggal pergi ke warnet dekat rumah mereka lalu browsing tentang tugas tersebut, mereka sudah mendapat informasi yang mereka inginkan. Bahkan tidak perlu ke warnet, karena sudah banyak orangtua yang memasangkan internet di rumahnya, jika seandainya mereka dalam keadaan darurat mengerjakan tugas tersebut tanpa beranjak dari bangku, mereka tinggal menggunakan fasilitas layanan internet yang sudah tersedia di masing-masing telepon genggam mereka. Sedangkan murid di desa, mereka harus mencari pinjaman buku kemana-mana. Jika memang tidak ada, mereka terpaksa harus berjalan beberapa kilo ke warnet. Jika mereka memiliki sepeda atau alat transportasi lain, mereka bisa mudah pergi ke sana. Jika tidak? Apalagi kalau sudah tidak ada angkot atau alat transportasi lain yang menuju warnet tersebut. Mereka harus terpakasa jalan kaki. Untuk layanan internet lewat telepon genggam, percuma saja mereka memiliki type handphone yang bagus kalau sinyal kurang bagus. Layanan Internet tidak dapat dimanfaatkan.
Mengapa Pelajar Kota lebih dapat bersaing daripada pelajar di desa?
Latar belakang status social orang tua yang jelas berbeda jauh membuat sebagian besar orang tua yang ada di desa menginginkan anak mereka setelah tamat SMA bagi yang putra langsung mencari kerja, remaja wanita langsung menikah dengan jodoh yang sudah di depan mata. Sebenarnya keinginan melanjutkan ke perguruan yang lebih tinggi ada di setiap jiwa orang tua. Tetapi banyak dana yang dikeluarkan tidak sebanding dengan penghasilan yang mereka dapatkan dan sebaigian besar pekerjaan mereka adalah petani. Sehingga bekal ilmu anak-anak mereka hanya sampai situ saja. Sedangkan di waktu yang sama para pelajar kota setelah tamat SMA, sebagian besar mereka akan melanjutkan ke perguruan tinggi dengan jurusan yang sesuai minat dan bakat. Kemanapun universitas yang mereka inginkan, orang tua akan mendukung. Bukan karena oaring tua kebanyakan uang atau gengsi, tetapi demi anak agar lebih suskses darinya karena dunia kerja jaman sekarang disyaratkan pekerja sudah sarjana. Kualitas pelajar kota juga lebih baik karena tambahan bimbingan belajar di luar jam pelajaran saat pulang sekolah ditambah lagi bimbingan belajar di luar sekolah seperti LBB dan privat.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sebagian besar di pikiran mereka penyediaan lapangan pekerjaan di kota lebih banyak dan upah kerja yang lebih besar. Mengakibatkan semua orang bercita-cita setelah menyelesaikan sekolahnya akan merantau ke kota. Padahal daerah asal mereka sangat membutuhkan keahlian mereka untuk memajukan daerah. Mencari pekerjaan tidak semudah yang dipikirkan. Tidak semua orang yang pindah dari desa ke kota demi mendapat kerjaan yang lebih layak mendapat kerjaan apa yang mereka mau, bisa-bisa mereka mendapat pekerjaan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan contohnya seperti seseorang yang asalnya petani bisa jadi seorang kuli bangunan. Karena sebagian besar di kota membutuhkan tenaga kerja yang kreatif, hal itu membuat mereka malah susah mendapat pekerjaan dan menjadi salah satu penyebab pengangguran semakin meningkat.
Kmi kaget mendengar Seorang Mahasiswa lulusan dari luar pulau Jawa pindah ke Pulau Jawa ingin melanjutkan perguruan tingginya tapi dia ditolak karena banyak mata kuliah yang tidak diakui. Dengan dasar apa? Banyak juga pelajar-pelajar kota yang memandang rendah pelajar desa karena status sosial mereka. Padahal kita sebagai pelajar kota harus menanamkan sifat rasa percaya diri dan semangat kepada mereka.
Pemerintah sebagian besar kalu dilihat secara kasat mata lebih condong/ mengutamakan pembangunan di kota. Mereka kurang memperhatikan bahkan mungkin tidak tahu bagaimana keadaan dan perkembangan ekonomi dan pendidikan yang ada di desa-desa terpencil apalagi yang terpelosok. Tentang kebijakan anggaran dana pendidikan 20 persen yang dikeluarkan pemerintah, ada demo guru mempertanyakan soal dana pendidikan tersebut unntuk segera dilaksanakan pada tahun 2007 lalu. Mereka beralasan jika anggaran tsb belum jelas akan mengakibatkan pemogokan mengajar dan mengakibatkan kualitas pelajar akan menurun. Wapres Jusuf Kalla juga meminta agar guru tidak hanya mempermasalahkan tunjangan 20 persen tersebut, tetapi juga mengembangkan kualitas diri mereka dengan banyak membaca.
"Jadi, guru jangan hanya menuntut naik tunjangan 20%. Kalau perlu kita demo guru yang bodoh karena tidak mau membaca buku," kata Wapres Jusuf Kalla ketika membuka Seminar Nasional Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan Nasional di Hotel Sahid, Jakarta. Wapres mengingatkan jika guru malas membaca buku, maka mereka akan menjadi bodoh dan dampaknya tidak mampu mencetak murid yang berprestasi.
"Saya khawatir jika guru tidak membaca buku. Karena guru bisa jadi tidak lebih pintar dari siswanya. Jika guru menjadi produk yang malas membaca, maka muridnya juga malas membaca," ujar Kalla.
Dia menegaskan, sekolah bertanggung jawab atas rendahnya minat baca siswa. Apalagi saat ini tantangan dunia pendidikan semakin besar, terutama dengan makin beragamnya acara televisi dan video game yang semakin canggih. Dikutip dari Suara Merdeka Perekat komunitas Jawa Tengah Jumat 13 Juli 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar